Sinar itu sudah tidaka asing lagi untukku. Ketika mataku mengarah pada sekotak kaca yang menempel di bawah detik-detik waktu itu. Sesuatu yang membuatku tersadar bahwa aku punya perjalanan. “ Sayang, bangun. Lekaslah pakai seragammu!” suara tua itu mengingatkanku pada tanggung jawabku. “Iya Bu.”. segera aku injakkan keramik-keramik tua itu.
“
Sarapan dulu nak, sebelum berangkat sekolah nanti tolong antarkan gaun
pengantin ini dulu ke Ibu Florida” . yah, ibuku wanita penghasil kain-kain
indah dan ayahku hanya bisa membantu menjahit kain-kain itu di rumah. Karena
kecelakaan 5 tahun lalu yang membuat ayah harus duduk di kursi dua roda yang
membuat kami ingin menangis.
“
Loh ko gaun pengantin bu? Siapa yang mau nikah? Leti kan masih kelas 3 SMA sama
sepertiku. Apa dia mau dijodohkan?”
Leti
itu anak tunggal ibu florida. Ia sangat cantik, berpakaian menarik,
bertingkahlaku asyik. Tapi terkadang, ia suka nekat dengan apa yang ia
inginkan. Apa saja yang ia inginkan harus tercapai. Ia beruntung terlahir
sebagai anak keturunan darah biru. Dan
yang pasti, Leti iitu sahabatku. Sahabat dekatku sejak kecil. Orang tua kami
pun sudah kenal sangat dekat. Dan aku.. aku Mawar.
“
Entahlah. Ibu juga tidak tahu siapa yang nikah. Dan untuk siapa gaun pengantin
ini. Yang ibu ingat, satu bulan lalu ibu florida Cuma memesan gaun pengantin
ini sama ibu. “
Aku
hanya mengangguk-anggukkan kepalaku saja di hadaan ibu. Dan, aku segera beranjak dari kursi tua ini
dan tak lupa mencium tangan kanan ayah dan ibu.
Tok..
tok..
“
Assalamualaikum…”
“
Eh mawar, masuk nduk.. Leti sedang sarapan. Tunggu sebentar yah..”
“
Ini ada titipan dari ibu..”
“
Wakh, Bu Wili itu sangat cepat ya kerjanya. Salam buat ibumu yah..”
“
Iya bu, “
Kaki-kaki
kamipun mulai melangkah menuntut ilmu. Kebetulan, sekolah dan rumah kami hanya
berjarak 500 meter saja. Jadi kami sudah biasa jalan kaki. Walaupun terkadang,
Leti sering mengajakku naik motor. Tapi aku rasa, sinar pagi sangat bagus untuk
kesehatan tulang-tulang dan kaki kita ketika digerakkan.
“
Mawar, apa kamu sudah siap menghadapi Ujian besok lima hari lagi?”. Suara Leti
pun membuatku berhenti sejenak
“
Ya siap-siap saja. Kita kan sudah belajar giat dan berusaha. Insyaallah
semuanya pasti lancer ko. Berdoa saja..”
“
Lalu setelah lulus nanti, kamu mau lanjutin studymu dimana? Kamu kan cerdas dan
genius banget. Kamu pasti bisa dapet beasiswa ke luar negeri.” Tanya leti
padaku
“
Nggak lah leti, walaupun ada beasiswa aku tetap mau lanjutin di sini saja. Aku
tetap ingin bersama orang tuaku di sini. Mungkin aku akan bekerja dulu agar aku
bisa kuliah dengan biaya sendiri. Aku tak tega melihat orang tuaku sekarang..”
Leti
pun terdiam dan hanya menepak-nepakkan jarinya di pundakku..
“
Bagaimanapun juga, kamu harus bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan. Karena
kamu satu-satunya harapan orang tuamu” aku hanya tersenyum mendengar semangat
pagi Leti untukku. Leti anak yang selalu membuat hati senang.
Letih,
lega, senang, dan entah apa lagi yang aku raakan saat ini terjadi padaku. Dari
kejauhan, Leti berlari memelukku.
“
Kita telah menyelesaikan soal-soal menggilakan itu, mawar. Kita berhasil. Ayo
kita senang-senang..” aku pun tersenyum dan merasakan kesenangan
Pandangan
ini mengarah pada kelamnya penerangan ruangan. Langit-langit yang menampakkan
kekumuhan membuatku berpikir, apakah ini akhir dari pendidikanku? Orang tuaku
pun sudah jelas tidak sanggup membiayaiku. Tapi bagaimana dengan bintang itu?
Apa aku harus merelakan bintang itu pergi? Oh Tuhan, aku masih ingin
melanjutkan pendidikan ini seperti teman-temanku yang lain.
“
Mawar, keluarlah. Leti di sini..” suara ibu membuatku terkejut. Malam-malam
begini mengapa Leti datang ke sini. Lalu, aku pun segera menemui Leti..
“
Mawar, mamah ingin menjodohkanku dengan anak temannya. Mamah sudah memutuskan
ini harus terjadi. Aku nggak mau, aku masih ingin sekolah. Aku masih ingin
sepertimu yang hari-harinya ditemani dengan buku-buku dan pena.” Aku terkejut.
Aku langsung berfikir dengan gaun pengantin yang dipesannya bebrapa bulan lalu
“
Leti, orang tuamu pasti ingin membuatmu bahagia. Kamu bersyukur karena segala
keinginanmu selalu tersedia”
“
Tapi bu, aku belum mau menikah. Aku masih ingin menikmati masa mudaku dengan
teman-teman sebayaku. Lebih baik aku terlahir menjadi anak orang miskin, dari
pada menjadi anak orang kaya tetapi aku tidak bisa meraih apa yang aku impikan”
“
Leti! Tidak pantas kamu bicara seperti itu. Orang miskin itu tidak enak. Kamu
akan lebih merasa kesusahan. Lihat aku! Aku ini bingung! Apa aku masih bisa
melanjutkan sekolah, atau bahkan cukup sampai disini saja.”
Mata
ibu melotot ke arahku. Aku pun sadar betuul apa yang aku ucapkan ini salah
besar. Segera aku masuk kamar dan meninggalkan Ibu dan Leti di ruangan ini.
Entah apa yang telah aku lakukan pasti menyakitkan untuk ibu.
“
Mawar buka pintu dong. Aku pengen main sama kamu..” lagi-lagi Leti. Pagi-pagi
begini ada apa dia ke rumahku. Apa dia terlalu frustasi memikirkan masalahnya?
Padahal aku juga sedang ada masalah besar.
Dengan
terpaksa, aku pun menghampiri leti dan ikut dengannya ke taman kota. Di sana
dia menawariku untuk menemaninya di rumahnya. Karena, ketika mentari lenyap
laki-laki yang akan dijodohkan dnegannya itu akan datang. Dengan terpaksa, aku
pun menerima ajakan leti untuk menemaninya di rumah, karena dia sahabatku.
Ketika
sang raja malam mulai menampakan sinarnya, laki-laki itu muncul dihadapanku.
Laki-laki itu mengenakan dirinya. Aku hanya menahan tawa melihat tinggah Leti
yang sedikit cuek padanya. Laki-laki yang bernama Ray. Ray Purnama Dallu.
Memang terlihat seeperti keturunan darah biru. Tampilannya juga modis, lumayan
ganteng. Tapi kenapa leti tetap pada pendiriannya?
Setelah
lama kami bertia bercakap-cakap, hanya saja, cukup satu, dua patah kata saja.
Tapi aku cukup yakin bahwa Ray ini laki-laki yang baik. Atau mungkin leti hanya
pura-pura sok cuek saja. Karena ia sudah terlanjur menolaknya di depanku
kemarin?
Tanpa
disengaja dan tersadari, Leti telah membuat aku menjadi dekat dengan Ray. Semakin berjalannya waktu, rasa suka ini
mulai terbuka. Sikap Ray yang menurutku baik, mulai muncul. Dan, karena sikap
leti yang sok cuek, membuatnya tidak bisa melihat kebaikan Ray. Tapi aku sadar
satu hal. Bahwa Ray hanya menyukai Leti dan berusaha memilikinya.
Pada
gelapnya malam, dan terangnya bintang serta terangnay rembulan, Ray ingin
betemu dengan Leti hanya berdua saja. Aku mengetahui semuanya, karena leti
sering menceritakan semuanya padaku. Tapi tetap saja ia sok cuek. Dengan
paksaanku dank arena ia memang harus bisa menghargai kebaikan Ray, akhirnya ia
menerima ajakan Ray. Hatiku terdiam di atas kursi kayu yang mulai lapuk ini.
Dan hanya ada leti serta ray yang terbayang dalam pikiranku.
“
Apa Leti baik-baik saja yah? Apakah Ray dan Leti akan jatuh cinta setelah ini?
Apa Ray yakin dengan Leti?” akh, pikiranku sudah mulai tak jelas. Ngelantur tak
jelas. Pada akhirnya aku mulai putus asa dan kembali ke ranjang. Berharap tidak
terjadi apa-apa pada Leti dan Ray..
Kriing…
kring..
Bunyi
ponsel membangunkanku dari mimpi malamku. Samar-samar mata ini memandang. Layar
yang penuh dengan nomor tak jelas, ku pencetlah tombol berwarna hijau yang
terlihat kabur itu..
“
Hai Mawar… ini Ray..” suara itu mengagetkanku. Dan, seolah mata ini menjadi
terang cahaya. Ternyata, Ray mendapatkan nomorku dari Leti. Dan, ia mengajaku
membeli sebuah cincin untuk Leti. Betapa terkejutnya aku mendnegar niat baik
Ray. Dan, sudah pasti Leti jatuh hati padanya.
Dengan
gagahnya Ray menjemputu di taman kota dengan menggunakan mobil putihnya. Semakin membuatku ingin lari dari hadapannya.
Tapi apa daya, ini untuk Ray dan Leti. Dengan asyik dan nyamannya, aku dan Ray
sama-sama membicarakan impian-impian kita masing-masing.
“
Mawar, bagaimana kalau kita sarapan dulu?”
Ray
mengajakku saran dulu sebelum membeli cincin. Aku pun mengiyakan ajakannya.
Selesai
makan, sebuah motor menabrakku dengan sangat kencang. Tidak trejadi apa-apa.
Hanya saja, kakiku kesleo sedikit. Ray menopangku dan menuntunku masuk mobil.
Dengan wajah yang oenuh kecemasan, aku semakin yakin bahwa dia laki-laki yang
penuh tanggung jawab. Tanpa ku sadari, mataku kosong menerawangnya penuh harap.
Sampai aku teteskan air mata dihadapannya. Dengan penuh kekhawatiran, Ray pun
menghapus air mataku..
“
Sudah, jangan menangis..kakimu tidak terlalu parah ko. Nanti aku gendong..” Ray
membuat hariku semakin menyenangkan.
Ray
menawariku untuk kembali pulang. Namun, tidak mungkin aku langsung pulang. Ini
semua demi Leti dan Ray. Akhirnya, aku dan Ray pun sampai di took perhiasan.
Ray menggandeng tanganku dan menuntunku perlahan. Ku biarkan Ray dengan bebas memilih cincin
yang pas untuk Leti. Aku memandangi laki-laki yang berada di hadapanku itu.
“
Bisakah kau berikan berlian itu untukku?”
Ray
berbalik dan memakaikan cincin itu untukku. Aku pun sangat erkejut dan ingin
rasanya meneteskan air mata ini. Sungguh beruntungnaya Leti, bisa memilikimu.
Ray kembali ke meja penuh sinar tu. Sunggh, rasanya tak ingin lepaskan
sinar-sinar itu.
“
Mawar, jemarimu indah sekali” senyum itu mengarah padaku
“
Berikan yang terbaik untuknya” ray pun mengangguk mengerti
“
Mawar, apa aku harus menerima cincin ini? Dia terlalu baik untukku. Dan, apa
aku harus menyudahi semua kerasnya hatiku untuknya?” kata-kata leti sungguh
membuatku semakin tak tenang. Apa aku harus mengikhlaskan impian kedua ini
hilang? Tapi bagaimana aku biisa melenyapkan rasa suka ini. Tuhan, beri aku
cara untuk menganggap smeua ini tiada.
Bagaimana
mungkin aku bisa melenyapkan Ray dari hatiku? Sedangkan setiap hari aku harus
menemani Ray dan Leti bersama-sama.
Waktu
ini kuputuskan untuk menyendiri di tempat terindahku dan menolak semua tawaran
yang Leti berikan. Sampai akhirnya, Leti dan Ray bisa pergi bersama. Yah,
mungkin Leti sudah bisa membukan hatinya. Yah, dan aku harus melupakannya.
“
Mawar cepat ke taman kota sekarang juga.” Pesan singkat dari Leti membuat
langkah cepatku menuju taman kota. Di taman kota aku temukan Ray yang
tergeletak penuh dengan darah di bawah tangisan Leti yang ketakutan.
“
Leti, apa yang terjadi? Bawa Ray ke rumah sakit sekarang juga. Cepat” segera ku
angkat Ray ke dalam mobilnya. Jelas Leti yang mengendarai mobil dengan wajah
cemasnya. Kami terdiam sunyi. Aku yang memandang Ray penuh dengan kekhawatiran.
Roda-roda
kecil menopang tubuh Ray yang lemas. Hingga Ray tetidur di bawah cairan murni
itu. Leti meninggalkannya untuk mengambil barang-barang yang diperlukan dan
mengabarkan kepada kedua orang tua mereka.
Tapi pikranku tiba-tiba mengarah pada Ray.
“
Apa aku pantas berada di sisi orang-orang berdarah biru? Leti yang seharusnya
menemani ray di sini.” Ku raih jemarinya dan ingin rasanya aku dekap tubuhnya
yang lemas itu. Ku teteskan air mata di
atas tubuh Ray. Betapa aku terlalu mengharapkannya, hingga aku sulit untuk
meraihnya. Tanpa ku ketahui, Leti mengerti dengan air mata dan genggaman jemari
yang ku berikan kepada Ray.
Air
mata ini ku hentikan. Aku ingin Ray mendapatkan cintanya. Akan ku lanjutkan
perjalananku sendiri. Perlahan, aku lepaskan genggamanku dan beranjak
meninggalkannya. Hingga aku melihat Ray dan Leti bersanding .ketika
kulangkahkan kaki menuju ambang pintu dank u hapus air mata ini. Leti menarik
pintu dan memelukku erat.
“
Maafkan aku Mawar, aku terlalu bodoh. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi.
Kamu telah terluka karenaku. tapi aku tidak pernah memahami luka yang kau
terima. Kamu terlalu baik. Kamulah yang pantas mendapatkan cinta ini, bukan
aku. Aku terlalu egois, kawan..” isakan tangis Leti pun membuat mata Ray
terbuka.
“
Leti… Leti..”
Mata
kami pun tertuju pada laki-laki itu. Dan, sungguh hati ini seperti
sayatan-sayatan. Nama itu bukan namaku. Yang membuat aku yakin, Ray memang
menginginkan Leti, bukan Mawar. Tangan halus Leti pun menarikku melangkah
menuju lelaki itu. Dan membuka mulutnya
“
Ray, tenanglah.. kamu baik-baik saja. Mawarlah yang membawamu ke sini. Dan
mawarlah yang….” Kudekap mulut leti segera. Aku tak ingin sampai ray tahu
tentang perasaanku padanya.
“
Leti telah jatu hati padamu. Usahamu tidak sia-sia ko.” Dengan senyum yang aku
utarakan, dan dengan usahaku menahan air mata, mengembanglah seutas senyum ray
yang menenangkan hati.
Terangkatlah
sebuah lengan darinya. Lengan yang tertuju pada jemari Leti. Tatapan leti
membuatku semakin mengerti. Entah apa yang ada di dalam pikiran leti, yang
jelas aku mengerti. Bahwa leti akan segera memiliki ray.
“
Mawar, apakah kamu baik-baik saja?” tanya leti yang semakin tak inging membuatu
terluka
“
Hahahhaa.. sungguh aku baik-baik saja..” terangku dengan cand atawa
Letipun
memandang ray penuh harap. Dan aku tahu bahwa ray hanya cinta leti. Dan aku
mencoba berpikir dewasa, aku tak ingi ada yang terluka. Aku tak bisa memaksa
hatinya. Karena mereka telah jatuh hati.
Aku
semakin ingin meninggalkan ruangan ini. Aku semakin lelah melihat mereka.dan
aku ingin memotog lidah ini. Namun, apalah daya aku tak bisa. Dan aku harus
merelakannya pergi. Serta terlintaslah dalam pikiranku bahwa..
“
Leti, raylah yang terbaik untukmu. Terimalah dia. Dia sudah terlalu lelah
mengejarmu.. dia sudah terlalu lelah memperjuangkanmu..”
“
Itu tidak mungkin. Lalu bagaimana denganmu? Kenapa kau biarkan hatimu terluka?”
gerakan bibir leti yang membuatku semakin ingin pergi dari ruangan ini
“
Leti,, dia milikmu.. bukan milikku. Dia untukmu.. bukan untukku…” aku segera
berbalik, dan air mata ini mulai berjatuhan. Ku biarkan mata ini tertutup
“
Tuhan… semoga mereka bahagia.. aku percaya, ada rencana yang paling indah
untukku. Ray… mengertilah, bahwa aku menyayangimu…”
“
Mawar.. betapa hebat dirimu…” suara leti membuatku ingin kembali memeluknya
“
Mawar.. terimakasih atas ketulusanmu untukku..”
suar ray pun sekan mimpi dalam lelap senjaku…