BAHASA GAUL YANG DIGUNAKAN MAHASISWA KELAS 5H JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA IKIP IKIP PGRI SEMARANG KTIKA DI KAMPUS
Oleh: Nurul Umi Makhmudah
Khaynuriel.ilham@ymail.com
Mahsiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Khaynuriel.ilham@ymail.com
Mahsiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Abstrak
Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif antar manusia. Sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia seharusnya berbahasa dengan baik dan benar sudah tidak asing lagi untuk diucapkan. Karena berbahasa secara baik dan benar untuk Mahasiswa , terlagi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia salah satu bahasa yang harus dan wajib dipakai. Tetapi, tidak untuk mahasiswa kelas 5H. Bahasa gaul justru sering diucapkan ketika di kampus. Bahasa gaul merupakan bahasa yang tidak mengikuti kaidah dan aturan dalam tataran Bahasa Indonesia yang baik dan benar atau tataran EYDnya. Penyebarannya melalui media elektronik seperti TV terus memperkenalkan bahasa gaul, bahkan media elektronik lain seperti, handphone, radio dan internet juga tidak kalah ganasnya dan yang sangat berperan di kawasan IKIP PGRI Semarang khususnya kelas 5H adalah cerpen dan novel remaja. Yang penciptaan bahasanya lebih banyak didominasi oleh penulisnya sendiri. Hal ini semakin mempersulit pengggunaan Bahasa Indonesia baku dilingkungan kampus khususnya untuk Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia itu sendiri.
Ragam bahasa gaul yang memiliki ciri khusus seperti singkat, lincah, dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek. Oleh sebab itu perlu adanya kerja keras untuk merubah dari bahasa gaul yang biasa digunakan dalam lingkungan 5H menjadi berbicara menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Adapun menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar adalah menggunakan bahasa tersebut dalam situasi tertentu.
A. PENDAHULUAN
Ada bermacam-macam fungsi bahasa. Salah satu fungsi bahasa itu ialah sebagai alat komunikasi yang efektif antar manusia. (Sugihastuti, 2000: 7). Dalam berbagai macam situasi, bahasa dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan pembicara kepada pendengar atau penulis kepada pembaca. Tentu saja, pada tiap-tiap situasi komunikasi yang dihadapi dipilih salah satu dari sejumlah variasi pemakaian bahasa. Istilah yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi pemakaian bahasa disebut ragam bahasa.
Bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dapat digunakan sebagai alat komunikasi. baik dengan teman sebaya, maupun dengan dosen ketika berada dalam suatu pendidikan formal. Yang dimaksud dengan pemakaian bahasa Indonesia dengan baik dan benar adalah penggunaan yang sesuai dengan fungsi dan situasinya. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar seharusnya sudah melekat pada mahasiswa terutama oleh mahasiswa kelas 4E jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Seperti diketahui bahwa bahasa Indonesia mempunyai banyak ragam. Jika digunakan ragam resmi dalam suasana nonresmi mungkin bahasa yang digunakan menurut tata bahasa baik, tetapi ragamnya tidak tepat. Begitu juga misalnya, jika dipakai ragam lisan dalam laporan resmi, berkesan janggal. Jadi, bahasa yang baik dan benar ialah bahasa yang baik menurut ragamnya dan benar menurut tata bahasanya. Dengan mengingat semua itu, yang dimaksud bahasa yang seharusnya melekat pada mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra indonesia adalah dapat menggunakan ragam bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya.
Pembelajaran Bahasa Indonesia pada tiap jenjang adalah sama yaitu untuk menumbuhkan keterampilan berbahasa yakni keterampilan menyimak (listening skills), berbicara (speaking skills), membaca (reading skills) dan menulis (writing skills) (Tarigan, dkk., 2004: 81). Oleh sebab itu bahasa indonesia sudah diperkenalkan dalam pendidikan formal sejak dini. Hal ini bertujuan tidak lain bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, dan bahasanya, serta alat penghubung antardaerah dan antarbudaya. (Sugihastuti, 2000: 10)
Untuk dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar harus diperhatikan situasi pemakaian dan ragam bahasa yang digunakan. Dalam situasi resmi digunakan bahasa baku, dan sebaliknya, dalam situasi tidak resmi tidak seharusnya digunakan bahasa baku. Lahirnya konsep bahasa Indonesia yang baik dan benar pada dasarnya tidak terlepas dari konteks pemakaian bahasa yang beraneka ragam. Dengan demikian, yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang penggunaanya sesuai dengan situasi pemakainya dan sekaligus sesuai pula dengan kaidah yang berlaku. (Mustakim, 1994)
Sesuai dengan berbagai fungsi bahasa Indonesia, tidak mengherankan bila bahasa Indonesia memiliki berbagai ragam bahasa berdasarkan tempat dan daerahnya, bahasa Indonesia terdiri dari berbagai dialek, antara lain, dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Medan, dialek Manado, dan lain-lain. Berdasarkan penuturnya didapati ragam bahasa golongan cendekiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendekiawan. Berdasarkan sarananya, didapati ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Berdasarkan suasana penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua ragam bahasa, yaitu bahasa resmi dan bahasa tidak resmi (santai). Ragam bahasa baku disebut juga sebagai ragam bahasa ilmu. Ragam bahasa ilmu dapat dijelaskan sebagai suatu ragam bahasa yang tidak termasuk dialek, yang dalam suasana resmi, baik lisan maupun tulisan, digunakan oleh para cendekiawan untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuannya. (Ramlan, 1992).
B. HASIL PEMBAHASAN
Bahasa Gaul=Bahasa Pergaulan
Bahasa indonesia yang digunakan dikalangan anak remaja (yang lebih dikenal dengan istilah ABG alias Anak Baru Gede). Indonesia saat ini sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tentu saja berbeda: yang satu bisa disebut dengan bahasa baku karena sudah mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku, sedang yang lainnya adalah bahasa yang tidak mengikuti kaidah dan aturan atau biasa disebut dengan bahasa gaul.
Dalam pembelajaran, mahasiswa kelas 5H Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia hendaklah diarahkan pada pengembangan potensi diri sendiri. segala masalah kebahasaan yang perlu dimainkan nantinya di sekolah haruslah sesuai dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber bahasa yang digunakan oleh calon guru Bahasa Indonesia juga harus mengacu pada minat dan harapan siswa. Dengan demikian siswa dapat tertarik dengan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Mahasiswa sudah semestinya dapat berpikir, berkreasi dan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan bahasa Indonesia secara logis, langsung dan lancar. Hal itu tentunya harus menjadi obsesi calon guru Bahasa Indonesia. Guru berperan dalam menentukan pembelajaran Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, guru dituntut untuk meguasai bahasa Indonesia dan pembelajarannya sehingga menjadi mata pelajaran yang menarik bagi siswa.
Ketidak bakuan bahasa gaul yang sering diucapkan pada mahasiswa kelas 4E jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini tercermin dalam kosa kata, struktur kalimat dan intonasi. Dalam pilihan beberapa kata, kamu akan melihat bahwa ‘bilang’ digunakan untuk mengganti kata ‘berkata’, ‘dengerin’ untuk ‘mendengarkan’ serta banyak penggunaan kata dasar seperti ‘baca’, ‘beli’, ‘minjem’, ‘bawa’, ‘kerjaan’, ‘mainan’, ‘manjangin’, ‘beud’, ‘gini’, dan sebagainya. Boleh dibilang, ranah bahasa indonesia semacam ini merupakan bahasa sehari-hari penduduk jakarta, dan penayangan film di TV yang sebagian besar bahasanya menggunakan bahasa gaul alias bahasa santai. Agaknya bahasa seperti itu mulai menular kepada mahasiswa kelas 5H jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang, yang seharusnya mereka dapat memberikan contoh yang baik dan memberikan pengertian betapa pentingnya dapat berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar itu. Oleh karena itu banyak kalangan yang menyebutnya ragam bahasa santai dialek jakarta (Badudu, 1989: 118)
Ragam bahasa gaul memiliki ciri khusus seperti singkat, lincah, dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, semacam kata yang sedikit panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek. Kalimat-kalimat yang digunakan sebagian besar berstruktur kalimat tunggal. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya.
Belakangan ini pun telah diperkenalkan bahasa gaul dengan diterbitkannya Kamus Bahasa Gaul, dan tren ini pun semakin berlanjut dengan adanya beberapa kamus bahasa gaul ikutan lainnya. Dari segi struktur, bahasa gaul tidak jauh berbeda dengan bahasa ABG. Lihat contoh berikut ini:
N : halo sAy..
A : iiya sAy, adda apha?
N : gaX ada pha” sob, agy apha nhey.?
A: gEy hang out nii ma tmend”, mau ikud Gx?
N: ikut dund, agy boring nii sAy....
A: tapi qamuuh hrus bwa cwo biar tambah rame getoh..
N : ogah aah, Lgian gag ad cwo yg mao mha aquuh
A : kasihan dech loe! Emg si F kmna say?
N : akh gax tw tuch. Sebell aqu mha dy. Gey diem2’n gtho..
A : Yha udha, gax usah mkirn hal itu... cpetn capcus k kmpus
N : tunggu yha, tunggu aquh yha say nhe mou gaspol..
A: yha gpl..
N : wokey deh say…
Bahasa yang diperlihatkan seperti contoh di atas merupakan bahasa sehari-hari yang di gunakan mahasiswa kelas 5H Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Selain media elektronik seperti TV yang terus mengenalkan bahasa gaul, media elektronik lain seperti radio dan internet juga tidak kalah ganasnya. Maksudnya, kedua media ini bahkan lebih dominan menyentuh dunia remaja perkotaan dan bahkan pedesaan. Media massa yang tidak kalah gencarnya adalah media cetak. Dan yang sangat berperan di kawasan IKIP PGRI Semarang khususnya kelas 5H Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia adalah cerpen dan novel remaja. Penciptaan bahasa gaul lebih banyak didominasi oleh penulisnya sendiri. Sangat berbeda dengan radio yang berperan adalah penyiar dan pendengarnya sendiri melalui acara on-air via telepon.
Seharusnya, para Mahasiswa atau siapapun yang tidak terbiasa mendengar bahasa gaul. Karena, sehari-harinya mewajibkan dia harus berbahasa yang baku atau formal tidak perlu merasa terganggu mendengar bahasa gaul remaja zaman sekarang. Karena pada waktu dahulu juga mempunyai bahasa gaulnya sendiri. Bahasa gaul tidak hanya muncul belakangan ini saja, tetapi sidah muncul sejak awal 1970-an. Waktu itu bahasa khas anak muda itu biasa disebut bahasa prokem atau bahasa okem. Salah satu kosakata bahasa okem yang masih sering dipakai sampai sekarang adalah ‘bokap’. (Indri Mastuti. 2007: 17)
Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini sering tidak beraturan alias tidak ada rumusnya. Sehingga kita perlu menghafal setiap kali muncul istilah baru. Misalnya untuk sebuah lawakan yang tidak lucu kita sering menyebutnya garing atau jayus.
C. SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bahasa gaul merupakan bahasa yang tidak mengikuti kaidah dan aturan. Sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia berbahasa dengan baik dan benar yaitu bahasa yang baik menurut ragamnya dan benar menurut tata bahasanya sudah melekat ketika berbicara, baik dengan teman sebayanya maupun dengan dosen khususnya untuk kelas 5H
D. SARAN
Bahasa gaul boleh dipergunakan, tetapi sebagai calon pendidik Bahasa Indonesia alangkah lebih baiknya terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahasa yang baik menurut ragamnya dan benar menurut tata bahasanya. Agar ketika mentransferkan ilmu kepada siswa bahasa yang seharusya tidak di keluarkan tidak terucap. Serta dapat memberikan contoh yang baik bagi peserta didik. Untuk itu guru harus mempunyai wawasan yang luas mengenai bahasa gaul dan lebih pandai memilah bahasa yang hendak diucapkan kepada peserta didik.
E. DAFTAR PUSTAKA
Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Indri Mastuti. 2007. Bahasa Baku VS Bahasa Gaul. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia Untuk Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ramlan, M. Dkk. 1992. Bahasa Indonesia yang Salah dan yang Benar. Yogyakarta: Andi Offset.
Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tarigan, dkk. 2004 (cetakan ke 13). Pendidikan Ketermapilan Berbahasa. Jakarta : Universitas Terbuka