Rabu, 20 Februari 2013

SANG PETUAH FANA

@@@

Teriakan gembira dari seorang ibu yang menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi dia adalah anak satu-satunya. Anak tersebut ditugaskan 4 tahun yang lalu untuk mengikuti wajib militer dalam perang Vietnam, dan sejak 3 tahun terakhir tak pernah terdengar kabar beritanya. Hingga akhirnya setelah menunggu berita sekian lama yang tak kunjung terdengar, akhirnya sang ibu menduga anaknya sudah gugur.

Syamsul.
Dia anak yang sangat pendiam dan penurut. Apapun yang diucapkan ayah dan ibunya, ia senantiasa menjalankannya dengan sangat patuh. Semuanya ia jalani dengan penuh ketelitian.

Betapa sangat gembiranya sang Ibu begitu menerima telegram yang di dalamnya tertulis nama anaknya tercinta. Sang anak mengabari kalau tidak lama lagi ia akan pulang dari medan pertempuran.

Keesokan harinya, sang ibu mempersiapkan sebuah penyambutan yang sangat meriah untuk putera tunggal kesayangannya. Bahkan di malam harinya diadakan pesta khusus dengan mengundang seluruh anggota keluarga dan rekan-rekan bisnis suaminya yang kebetulan sang suami adalah seorang Direktur Bank Besar di Medan. Pak Harton adalah seorang Direktur Besar yang sangat terkenal diwilayahnya. Siapapun akan mengenalnya sebagai sosok yang dermawan dan bijaksana. Ia memiliki bisnis besar bukan hanya di wilayah Medan saja, melainkan di hampir seluruh Indonesia.

Siang harinya si Ibu menerima telpon dari anaknya yang sudah ada di bandara. Dengan perasaan gembira dan bahagianya, sang Ibu sampai meninggalkan pekerjaannya di dapur untuk mempersiapkan penyambutan sang anak tercinta.

"Bu... bolehkah saya membawa seorang kawan baik saya...?" sang anak memulai pembicaraan.
"Oh... tentu sayang, jangankan satu nak... lebih dari itu pun Ibu persilahkan, rumah kita cukup besar dan kamar pun cukup buat teman-temanmu, jangan segan-segan nak bawalah ..." jawab ibu sumbringah.
"tapi bu...." sanggah sang anak dengan nada terbata-bata.
"tapi kenapa...?" tanya ibu penasaran.
"kawan saya ini seorang yang cacat, dia salah seorang korban perang Vietnam.." jawab sang anak.
"oooohh.. itu sih ga masalah nak..., tapi kalau ibu boleh tau, bagian mana yang cacat? nada suara ibu mulai menurun.
"ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya...." jawab sang anak dengan nada suara yang ditahan.

Karena tak ingin mengecewakan anaknya, sang Ibu dengan nada terpaksa menjawab,
"hhhmmmm... ga apa2 sayang, asal dia tinggal bersama kita beberapa hari saja, ibu kira nggak masalah kok..."

"tapi bu..." sela si anak, "ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan ke ibu soal kawan saya...wajahnya juga rusak bu... begitu pula kulitnya, karena sebahagian besar badannya pernah hangus terbakar...., pada saat peristiwa itu terjadi, kawan saya ini ingin menolong temannya yang dengan tidak sengaja menginjak ranjau darat. Sehingga kejadian itu tidak saja membuat tangan kanan dan kedua kakinya harus diamputasi bahkan seluruh badannya pun turut terbakar..!!!". Sang anak meneruskan ceritanya.

Mendengar penuturan anaknya, si ibu pun dengan nada kesal berkata, "nak.., kalau teman kamu diajaknya lain kali saja gimana..? nanti kita undang khusus deh..., untuk sementara suruh saja ia tinggal di hotel biar kita yang tanggung biayanya.." Sela sang Ibu dengan sedikit memaksa. Ia sudah terlihat marah dengan perkataan sang anak yang sedari tadi tidak memperjelas kalimatnya.

"tapi bu.... ia adalah kawan baik saya.. dan saya tidak mungkin terpisah dengan dia...!!! jawab sang anak memelas.

Ibu pun mencoba menasehati anaknya,
"sayang... cobalah renungkan, ayahmu kan bukan orang sembarangan, dia seorang konglomerat ternama di negeri ini, dan kita sering kedatangan tamu-tamu dari para petinggi dan pejabat penting yang berkunjung ke rumah kita. Apalagi nanti malam ibu dan ayah untuk menyambut kedatanganmu akan mengadakan pesta penyambutan yang meriah yang akan dihadiri oleh teman2 dan kolega ayahmu, bahkan para mentri pun ibu undang untuk hadir..., apa kata mereka nanti bila melihat temanmu itu dalam kondisi tubuh cacat dan wajah yang rusak...? Bagaimana pandangan mereka nantinya.... bukankah itu nanti justru menurunkan martabat dan kehormatan kita dimata mereka...? atau bahkan bisa jadi kehadiran kawanmu itu akan merusak bisnis ayahmu..!!!"

Tanpa sepatah kata dari si anak, suara terdengar sembab dan berisik. Tak bisa ia mendengar sesuatu dari seberang.
Ibu pun kebingungan ada apa... kok tiba-tiba terputus. Dengan gugup dan khawatir, sang Ibu mencoba dan terus mencoba menghubungi nomer yang terhubung dengan sang anak. Namun hasilnya tetap nihil. Tak ada sambungan sama sekali.

@@@

Dimalam hari, kedua orang tuanya sibuk menyambut tamu-tamu yang datang, sambil dengan perasaan harap2 cemas kedua suami istri itu beserta para undangan yang telah hadir menunggu kehadiran putera tercintanya,tetapi hingga tengah malam anak yang ditunggu2 itu tak jua kunjung tiba, hingga akhirnya para tamu undangan pun kelelahan dan satu persatu berpamitan meninggalkan pesta penyambutan meriah itu.

Sang ibu pun sibuk menyalahkan dirinya dan berkata pilu kepada suaminya,
"jangan2 anak kita marah pa... karena ibu tidak membolehkannya mengajak teman setianya yang cacat itu untuk datang ke rumah kita....".
“ Sudah Bu… tidak usah terlalu khawatir seperti itu. Mungkin saja di jalan macet atau ada gangguan pada mobilnya. “ Sang ayah mencoba menenangkan keresahan sang Ibu.

Di tengah kebimbangan dan penyesalan suami istri itu, tiba2 di saat waktu menunjukan jam 3 pagi ia menerima telepon dari rumah sakit yang memintanya untuk segera datang ke rumah sakit tersebut. Mereka diminta untuk mengidentifikasi mayat dari seseorang yang diduga bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda veteran vietnam, yang telah kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya serta wajahnya yang rusak karena terbakar. Tadinya mereka mengira itu adalah tubuh dari teman yang pernah diceritakan anaknya, tetapi ternyata pemuda tersebut adalah anak yang selama ini mereka tunggu dengan penuh kerinduan akan kehadirannya, anak tunggal yang selama ini mereka sayangi.

"Ayah......... ini anak kita, ini putera kita, Ini Syam tidak... ini Syamsul anak kesayangan kita Yah…tidak mungkin... oh sayang... kenapa ini semua harus terjadi padamu... ibu sangat merindukanmu, ibu sangat rindu mendekap tubuhmu....ohhh.." sesal sang Ibu dengan derain air mata.

Sang Ayah hanya bisa diam dan diam melihat anak semata wayangnya terbujur kaku dengan kedua kaki yang hanya setengah saja dan wajah yang rusak. Sedangkan sang Ibu, dia hanya menangis meyesai semua perkataannya pada sang anak tempo hari di telefon.

Demikianlah sang ibu yang dikenal tegas dan penuh wibawa itu lunglai, lemas tak berdaya menyaksikan kenyataan yang terjadi didepan matanya.

Demi membela nama besar dan status sosialnya, ia rela mengorbankan orang yang paling dicintainya. Akhirnya mereka benar2 kehilangan anak tunggal yang sangat mereka sayangi.